Kamis, 15 Mei 2014

Pengertian Syariah, Thoriqoh, Haqiqah, dan Ma'rifat



BAB I
PENDAHULUAN
1.                  Latar Belakang
Kata syari'ah telah beredar luas di kalangan umat muslim. Bahkan, dalam al-Qur'an sendiri, kata tersebut telah dipakai antara lain pada Surah al-Jatsiyah: 18. Pemakaian kata tersebut mengacu kepada makna ajaran dan norma agama itu sendiri.
Dalam perkembangan Islam munculnya tiga kata thariqah, haqiqah dan ma'rifah, telah mengakibatkan terbatasnya pengertian syari'ah sehingga lebih banyak mengacu pada norma hukum. Sedangkan tiga kata lainnya menjadi terma yang terkenal dalam tasawuf. Karena itu ada baiknya kita lebih dahulu berbicara tentang tasawuf itu sendiri. Namun, diantara syariah, thariqoh, hiqiqah dan ma’rifat memiliki manfaat dan behubungan satu sama lain. Seperti apa yang dikatakan oleh Imam al-Ghazali “Barang siapa mengambil syari’at belaka tanpa hakikat, maka ia fasik, dan barang siapa mengambil haqiqah tanpa syari’at maka ia kafir zindik.”
2.                  Rumusan Masalah
a.       Apa pengertian Syariah, Thoriqoh, Haqiqah, dan Ma’rifah?
b.      Bagaimana Korelasi antara Syariah, Thariqah, Haqiqah dan Ma'rifat?
3.                  Tujuan Makalah
a.       Agar mahasiswa mengetahui apa yang dimaksud dengan Syariah, Thoriqoh, Haqiqah, dan Ma’rifat.
b.      Agar mahasiswa dapat mengetahui seperti apa dan bagaimana hubungan antara Syariah, Thariqah, Haqiqah, dan Ma’rifat
 
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Syariah, Thoriqoh,Haqiqah dan Ma’rifah
Pengertian syariah secara bahasa berarti jalan, peraturan, undang-undang tentang suatu perbuatan atau menggariskan suatu peraturan/ pedoman. Disamping itu syariah secara leksikal berarti jalan menuju perhimpunan air untuk diminum manusia dan juga untuk binatang-binatang periharaan. Dari makna kebahasaan ini orang arab menggunakanya sebagai ungkapan tentang jalan lurus yang dipedomani bersama. Makna jalan menuju air adalah bahwa air merupakan sumber kehidupan sehingga syariah berarti suatu jalan yang ditempuh guna mendapatkan kehidupan yang sejati,bahagia dan abadi.
Secara istilah syariah adalah undang-undang yang dibuat oleh Tuhan Allah SWT.Jadi dapat dimaknai bahwa syariah adalah seperangkat aturan dari Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad untuk dijelaskan kepada manusia supaya menjadi way of life bagi kehidupan agar mereka mencapai hidup baik, bahagia, dan selamat dunia dan akhirat. Pelaksanaan syariah sebagai ajaran islam mencakup semua ajaran berupa iman islam dan ihsan dan didalamnya tidak dapat dipisahkan dari etika.
Dengan kesimpulan Syariah berarti seluruh ketentuan agama Islam, baik berupa seperangkat aturan hukum taklifi, ketentuan keimanan, dan undang-undang moral yang mengatur pelaksanaan ajaran agama Islam dengan sebaik-baiknya.Syariah, sebagai ajaran Islam yang mencakup semua ajaran berupa iman, Islam dan ihsan. Bisa diartikan lagi bahwa syariah Islam adalah aturan agama yang diajarkan Allah untuk hamba-Nya, yang didalamnya berisi ajaran keimanan/ keyakinan, aturan dan cara-cara peribadatan, cara berkelakuan baik dan menghindar dari keburukan, cara-cara berinteraksi dan cara-cara membangun sistem hidup bersama ditengah-tengah masyarakat dan bangsa-bangsa beragamyang mempunyai tujuan untuk menciptakan atau merealisasikan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Syariah Islam mencakup ajaran-ajaran iman kepada Allah, para malaikat, para utusan-Nya, adanya realitas ghaib-metafisik-immateria, mengajarkan relasi dan cara-cara (prinsip) hidup yang baik. Jadi Syariah Islam adalah syariah yang bermuatan etika yang include dalam pelaksanaan syariah tersebut.
Pengertian Thariqah secara bahasa berasal dari bahasa arab yang berarti melewati suatu jalan atau jalan tembusan secara leksikal dapat diartikan sebagai jalan , metode, prosedure, teknik proses. Menurut abu bakar aceh dikutip dari Mustafa zahri adalah jalan petunjuk melakukan ibadah tertentu sesuai dengan ajaran yang dicontohkan nabi Muhammad saw. Dan dilakukan oleh sahabatnya,tabi’in dan tabi’it tabi’in secara turun temurun hingga sampai kepada para ulama atau guru-guru tasawuf secara berantai(membentuk sebuah silsilah/sanadtarekat) hingga kepada kita sekarang ini.
Menurut pakar orientalis tarekat-tasawuf L. Massignon dalam penelitianya menjelaskan bahwa tarekat memiliki dua pengertian yakni sebagai sebuah disiplin ilmu dan sebagai sebuah organisasi.Yang dimaksud sebagai disiplin ilmu adalah tarekat merupakan bidang kajian atau bidang praktikal berupa disiplin ilmu kejiwaan dalam bidang latihan kejiwaan /kerohanian baik untuk perseorangan ataupun kelompok melalui aturan tertentu untuk mencapai tingkat spiritual-kerohanian tertentu (maqomat) dan mendapatkan kondisi kerohanian tertentu pula (ahwal). Yang kedua yaitu tarekat sebagai sebuah organisasi adalah karena pada awalnya terdapat seorang guru yang mengajarkan teknik atau ibadah tertentu berdasarkan ajaran guru-guru sampai keatas hingga bersumber dari nabi Muhammad saw. Hingga akhirnya hal ini diikuti orang-orang yang ingin mendapat bimbingan spiritual oleh guru supaya mencapai takwa sehingga akhirnya tarekat menjadi sebuah kelompok dalam ikatan disiplin tertentu.
Pembuat tarekat pertama kali adalah sufi iran, Muhammad Ahmad al-Maihimy (w.430 H).disana beliau membuat seperangkat aturan peribadatan untuk murid-muridnya yang terkenal dengan nama darwis dan rumah ibadah tersebut bernana khangah. Pada abad ke 5 dan 6 H tarekat berkembang menuju  ke arah barat. Muncullah tarekat Rifa’iyyah. Di Iraq muncul tarekatqodiriyyah .ada al-ahmadiyyah dan syadiliyyah di mesir. Jadi tumbuhnya tarekat itu adalah dari khurassan iran dan messopotamia, Iraq. Dari sini tarekat menjamur di seluruh dunia seiring hancurnya kekuatan politik islam di Baghdad (1258M) sehingga terekatlah yang tampil memandu tegaknya dakwah islam ke seluruh negeri,termasuk Indonesia (abad ke14 M). di Indonesia dakwah islam sufistik dengan pola kelembagaan yang lebih di kenal dengan pondok pesantren khusus untuk pulau jawa yang di praktikan oleh wali atau lebih di kenal wali songo.
Pengertian Haqiqah secara harfiah, haqiqah berarti “yang nyata”.”yang benar” dan “yang sejati”. Sesuatu diketahui hakikatnya ketika telah menunjukan kepastianya yang telah tetap , sehingga tidak dapat diingkari lagi. Para pakar ilmu hakikat (ilmu tasawuf) menjelaskan bahwa hakikat adalah konsep –konsep yang tumbuh mengakar di dalam hati berupa kejelasan-kejelasan dan ketersingkapan ha-hal samar (goib), rahasia wujud. Ini merupakan pemberian Allah untuk hamba-hambanya, sebagai kemuliaan (keramat) bagi mereka yang dengan ini dapat sampai pada kebajikan dan ketaatan. Hakikat adalah kesadaran batin bahwa Allah-lah satu-satunya Dzat yang menggerakan segala sesuatu, menunjukan dan menyesatkan jalan, memuliakan dan menghinakan, memberikan bantuan dan menelantarkan memberi kekuasaan dan mencabutnya. Segala yang baik dan buruk berguna dan berbahaya, iman dan kufur, kebodohan dan kejelasan, semua tarjadi da nada karena ditentukan oleh Allah.
Dalam hal ini hakikat dimaksudkan dengan tingkatan seseorang mengamalkan agama ini, serta kedalaman seseorang dalam menjalankan agama untuk tujuan sebenarnya. Dari sisi pengetahuan agama dan pengamalanya, maka hakikat berarti pemahaman seseorang akan arti menjalankan agama ini dan mengenal tujuan agama ini bagi manusia yaitu dapat menghadirkan dirinya sebagai hamba yang sadar akan Tuhanya, sehingga dapat menampilkan dirinya sebagai ideal Allah.
Secara harfiah, kata ma'rifat yang berasal dari bahasa arab yang mempunyai arti pengetahuan yang mantap dan meyakinkan. Kata ma'rifat berarti pengetahuan batin yang berbasis kekuatan kalbu sehingga membuahkan suatu pengenalan tentang sesuatu, dan terasa dekat serta hadir dalam sesuatu yang dikenali tersebut. Ma'rifat dapat dicapai melalui ilmu dan antara keduanya tentu terjalin secara otomatis, sehingga tanpa ilmu, maka tidak dapat diperoleh ma'rifat. Secaara istilah sebagai pakar ilmu haqiqah dikatakan sebagai berikut:
"Ma'rifat adalah mengerti dan memahami nama-nama allah swt.Dan sifat-sifat-Nya secara jujur dan tulus untuk berinteraksi dengan-Nya dan serius dalam segala kondisinya, dan senantiasa berkoneksi dengan-Nya dalam kondisi suasana sirri, serta berupaya kembali kepad-Nya dalam segala sesuatunya dengan membersihkan dirinya dari sifat-sifat rendah-tercela."
Demikian gambaran operasional tentang ma'rifat.Semakin dia menyadari wujud dirinya secara riil, maka dia terhijab dengan Allah.Sebaliknya semakin dia menyadari ketidaknyataan eksistensinya maka ma'rifatnya semakin kuat.Allah adalah wujud yang nyata dan realita wujud itu sendiri, sedangkan manusia dan mahluk lainya adalah maujud yang berarti wujudnya itu karena diwujudkan.Perbedaan antara al-wujud dan maujud yaitu al-wujud itu Allah swt Dzat yang nyata adanya sedangkaan maujud adalah makhluk-makhluk yang wududnya tidak nyata karena di wujudkn oleh Tuhan.Kondisi demikian menunjukan bahwa seorang hamba mengalami hadir dalam hadhrah keagungan Allah, sehingga mengalami kesirnaan diri.Keadaan demikian pernah terjadi, dialami nabi Musa as.Sebagaimana dalam al-qur'an surah al-a'raf ayat 143.Dalam ayat tersebut terjadi perbedaan pendapat dikalangan mufassirin namun ta menjadi soal.Bagaimanapun juga, tampaknya Tuhan itu bukanlah menampakan sebagai makhluk, hanyalah nampak yang sesuai sifat-sifat Tuhan yang tidak dapat diukur dengan ukuran manusia.Dapat dipahami bahwa ma'rifat merupakan suatu kondisi spiritual dimana seorang hamba mencapai pengetahuan yang mendalam dan kesadaran hakiki akaan kehambaannya yang bersifat sirna dan tidk memiliki wujud/ eksistensi yang sesungguhnya jia dihubungkan dengan wujud tuhan.
B.     Korelasi antara Syariah, Thariqah, Haqiqah dan Ma'rifat
Uraian tentang syariat,thariqah,haqiqah dan ma'rifat di atas menggambarkan betapa seriusnya para ulama sufi dalam upaya memberi jalan bagi umat untuk mengamalkan ajaran Islam dengan mudah dan tepat, sehingga mengantarkan hamba menuju kebahagiaan lahir dan batin. Bahwa keempat tema tersebut adalah sebuah konseptualisasi terhadap islam oleh para sufi dalam rangka menjelaskan prosedur pengamalan islam dengan benar sehingga berfungsi bagaikan program dan kurikulum yang harus di lalui seorang hamba agar mencapai tujuan ber-islam. Islam sebagai agama Allah ini adalah berdimensi luas, yaitu zhahir dan batin (esosentrik dan esoteri) sebagaimana kesempurnaan Allah sendiri yang Maha Zhahir dan Maha Batin sekaligus.
Jika syariah mewakili dimensi eksoterik islam, maka haqiqah dan ma'rifat adalah menempati dimensi batinnya. Demikian itu adalah karena memang ada seorang hamba yang mengamalkan Islam hanya berdimensi badaniah zhahiriah saja. Adpula yang mengamalkan serempak menembus dimensi rohaniahnya, sehingga dapat mencapai tujuan pengalaman islam.Singkatnya,konseptualisasi tersebut menggambarkan intensitas keislaman pengamalnya, bukannya mengkotak-kotakan islam menjadi empat dimensi terpisah.
                                                                          BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari uraian singkat di atas pemakalah menyimpulkan bahwa antara syariat, tarekat, makrifat dan hakikat tidak bisa dipisahkan. Syariat adalah bentuk lahir dari hakikat dan hakikat adalah bentuk batin dari syariat. Syariat adalah landasan awal menuju hakikat dan penyingkapan hakikat tidak menggugurkan syariat, bahkan menguatkan kebenaran syariat. Jika bertentangan maka penyingkapan tersebut diragukan, yang boleh jadi itu adalah kerjaan setan. Untuk sampai pada hakikat, maka dibutuhkan metode dan disiplin diri yang aturan dasarnya sudah ditentukan oleh syariat. Proses menuju realitas sejati (hakikat) inilah yang disebut tarekat. Ketika selubung hijab terbuka maka tampaklah realitas sejati, maka saat itu pula penempuh jalan spiritual memperoleh makrifat.
B.     Saran
Dalam pembuatan makalah tentang Syariah, Thariqah, Haqiqah, dan Ma’rifat yang mencangkup tentang pengertian syariah, thariqah, haqiqah, dan ma’rifat juga korelasinya ini tentu masih belum sempurna. Penyusun mengharapkan masukan dan kritik yang membangun. Penyusun dan pembaca haruslah berfikir kritis atas ilmu-ilmu yang didapat, termasuk pengertian komunikasi, proses komunikasi, dan unsur-unsur proses komunikasi serta tahap-tahap dalam proses komunikasi. Berfikir kritis yang penyusun maksud haruslah mempunyai dasar dalam berargumentasi dan tidak untuk menjatuhkan satu dengan yang lain.
  
DAFTAR PUSTAKA
Al-Naqsyabandy Dhiya’uddin Ahmad Mushtafa al-Kamsykhanawi, Jami’ al-Ushul fi al-Awliya’, (Surabaya: Percetakan al-Haramayn Jaya Indonesia, 2003).
Ath-Thariqi Abdullah bin Abd al-Muhsin, Khulashah Tarikh at-Tashri’ wa Marahilihhi al-Fiqhiyyah, (Riyadh: Maktabah al-Malik Fahd, 1997).
Qaththan Manna’, Tarikh at-Tashri’ al-Islami at-Tasyri’ wa al-Fiqh, (Beirut: al-Mu’assasah al-Islami, 1996).
Qaththan Manna’, Tarikh at-Tasyri’.
Zahri Mustafa, Kunci Memahami Ilmu tasawuf, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1997).
Kamsyakhanawi Syeikh Ahmad, Jami’ al-Ushul.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar